Tafsiran Ibrani 10:29
Thursday, September 20, 2018
Add Comment
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Ibrani 10:29 - “Betapa
lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ayat ini bisa dipakai oleh
orang-orang Arminian untuk menyerang 3 point dari 5 points Calvinisme, yaitu:
1. Point ke 2 (tentang Predestinasi).
Kata-kata ‘darah
perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus, dan karena itu jelas
termasuk orang pilihan. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman
yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi,
predestinasi / penentuan selamat untuk orang ini ternyata gagal.
2. Point ke 3 (tentang Limited Atonement / Penebusan
Terbatas).
Kata-kata ‘darah
perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman
yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, Kristus
mati untuk orang yang akhirnya binasa / non pilihan, dan ini bertentangan
dengan doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas).
3. Point ke 5 (tentang Keselamatan yang tidak bisa
hilang / Ketekunan orang-orang kudus).
Kata-kata ‘darah
perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini bukan hanya ditebus oleh darah Kristus, tetapi juga
bahwa orang ini sudah percaya kepada Kristus dan sudah selamat. Tetapi dari
kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya
binasa. Jadi, ini menunjukkan bahwa seseorang yang sudah selamat bisa
kehilangan keselamatannya.
Adam Clarke (tentang Ibr 10:26): “If we deliberately, for fear of
persecution or from any other motive, renounce the profession of the Gospel and
the Author of that Gospel, after having rejected the knowledge of the truth so
as to be convinced that Jesus is the promised Messiah, ... for such there
remaineth no sacrifice for sins; ... Jesus being now the only sacrifice which
God will accept, those who reject him have none other: therefore their case
must be utterly without remedy. This is the meaning of the apostle, and the
case is that of a deliberate apostate - one who has utterly rejected Jesus
Christ and his atonement, and renounced the whole Gospel system. It has nothing
to do with backsliders in our common use of that term. A man may be overtaken
in a fault, or he may deliberately go into sin, and yet neither renounce the
Gospel, nor deny the Lord that bought him. His case is dreary and dangerous,
but it is not hopeless; no case is hopeless but that of the deliberate
apostate, who rejects the whole Gospel system, after having been saved by
grace, or convinced of the truth of the Gospel” (= Jika kita
dengan sengaja, karena takut terhadap penganiayaan atau dari motivasi / alasan
yang lain, meninggalkan pengakuan terhadap Injil dan Pencipta / Sumber dari
Injil itu, setelah menolak pengetahuan tentang kebenaran sehingga diyakinkan
bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, ... untuk orang-orang seperti itu di
sana tidak tersisa korban untuk dosa-dosa; ... Karena sekarang Yesus adalah
satu-satunya korban yang Allah akan terima, mereka yang menolakNya tidak
mempunyai korban yang lain: karena itu kasus mereka haruslah sepenuhnya tanpa
obat. Ini adalah arti dari sang Rasul, dan kasusnya adalah kasus kemurtadan
sengaja - seseorang yang telah sepenuhnya menolak Yesus Kristus dan
penebusanNya, dan meninggalkan seluruh sistim Injil. Itu tidak berhubungan
dengan orang-orang yang mundur / merosot dalam penggunaan umum dari istilah
itu. Seseorang bisa diserang secara tiba-tiba dalam suatu kesalahan, atau ia
bisa dengan sengaja berjalan ke dalam dosa, tetapi tidak meninggalkan Injil,
ataupun menyangkal Tuhan yang telah membelinya. Kasusnya adalah suram dan
berbahaya, tetapi itu bukan tanpa harapan; tak ada
kasus yang tanpa harapan kecuali kasus dari kemurtadan sengaja, yang menolak
seluruh sistim Injil, setelah diselamatkan oleh kasih karunia, atau diyakinkan
tentang kebenaran dari Injil)
- hal 757.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi, jelas merupakan
pandangan Arminian. Saya tak beranggapan bahwa orang ini sungguh-sungguh sudah
diselamatkan. Yang seperti ini tidak mungkin murtad.
Penjelasan:
Kita harus membahas
Ibr 10:29 dengan memperhatikan kontextnya, yaitu Ibr 10:25-31 - “(25)
Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti
dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan
semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat. (26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh
pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk
menghapus dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan
penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.
(28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas
kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya
hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang
menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh
kasih karunia? (30) Sebab kita mengenal Dia yang berkata: ‘Pembalasan adalah
hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan.’ Dan lagi: ‘Tuhan akan menghakimi
umatNya.’ (31) Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup”.
1. Ada sesuatu yang perlu diperhatikan, yaitu
bahwa bagian ini menunjuk pada kemurtadan.
Dasar dari pandangan ini: ay
26 dan ay 28-29 menunjuk pada kemurtadan.
a. Ay 26: “Sebab
jika kita sengaja
berbuat dosa, sesudah
memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.
Ini menunjuk pada kebiasaan
yang dilakukan terus menerus; dan ini cocok dengan kemurtadan, karena ‘murtad’
bukanlah tindakan sesaat, tetapi tindakan yang dilakukan terus menerus.
Pulpit Commentary (hal 268)
mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan untuk ‘berbuat dosa’ adalah suatu participle, yang berada bukan
dalam bentuk aorist / lampau, tetapi
dalam bentuk present, dan karena itu
menunjukkan suatu kebiasaan terus menerus.
Penafsiran ini juga sesuai
dengan ay 25 yang mendahuluinya, yang juga membicarakan kebiasaan
buruk, yaitu menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.
Ay 25: “Janganlah
kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti
dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan
semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.
Calvin
(tentang Ibr 10:26): “Those
who sin, mentioned by the
Apostle, are not such as offend in any way, but such as forsake the Church, and
wholly alienate themselves from Christ. For he speaks not here of this or of
that sin, but he condemns by name those who willfully renounced fellowship with
the Church. But there is a vast difference between particular fallings and a
complete defection of this kind, by which we entirely fall away from the grace
of Christ. And as this cannot be the case with any one except he has been
already enlightened, he says, ‘If we
sin willfully, after that we have received the knowledge of the truth;’ as
though he had said, ‘If we knowingly and willingly renounce the grace which we
had obtained.’” (=
Mereka yang berbuat dosa, disebutkan oleh sang Rasul, bukanlah orang-orang yang
melakukan kesalahan dengan sembarang cara, tetapi orang-orang
yang meninggalkan Gereja, dan sepenuhnya menjauhkan diri mereka sendiri dari
Kristus. Karena ia berbicara di sini bukan tentang dosa ini atau dosa
itu, tetapi ia mengecam dengan nama / sebutan, mereka
yang dengan sengaja meninggalkan persekutuan dengan Gereja.
Tetapi ada suatu perbedaan besar antara kejatuhan-kejatuhan khusus dan suatu
tindakan meninggalkan yang lengkap / sempurna dari jenis ini, dengan mana kita
sepenuhnya murtad / jatuh dari kasih karunia Kristus. Dan
karena ini tidak bisa merupakan kasus dengan siapapun, kecuali ia telah
diterangi, ia berkata, ‘Jika kita berdosa dengan sengaja, setelah kita menerima
pengetahuan tentang kebenaran’; seakan-akan ia telah berkata, ‘Jika kita dengan
tahu dan sengaja meninggalkan kasih karunia yang telah kita terima’).
Calvin (tentang Ibr 10:26): “And that the Apostle here refers only to
apostates, is clear from the whole passage; for what he treats of is this, that
those who had been once received into the Church ought not to forsake it, as
some were wont to do. He now declares that there remained for such no sacrifice
for sin, because they had willfully sinned after having received the knowledge
of the truth. But as to sinners who fall in any other way, Christ offers himself
daily to them, so that they are to seek no other sacrifice for expiating their
sins. He denies, then, that any sacrifice remains for them who renounce the
death of Christ, which is not done by any offense except by a total
renunciation of the faith” (= Dan bahwa sang Rasul di sini menunjuk hanya pada orang-orang murtad, adalah jelas dari
seluruh text; karena apa yang ia bicarakan adalah ini, bahwa mereka yang telah
satu kali diterima ke dalam Gereja tidak boleh meninggalkannya, seperti
beberapa orang biasa melakukannya. Sekarang ia menyatakan bahwa untuk
orang-orang seperti itu di sana tidak tersisa korban untuk dosa, karena mereka
telah berdosa dengan sengaja setelah mendapat
pengetahuan tentang kebenaran. Tetapi berkenaan dengan orang-orang
berdosa yang jatuh dengan cara lain apapun, Kristus menawarkan diriNya sendiri
setiap hari kepada mereka, sehingga mereka tidak boleh mencari korban yang lain
untuk menebus dosa-dosa mereka. Jadi, ia menyangkal
bahwa korban apapun tersisa untuk mereka yang meninggalkan / menyangkal
kematian Kristus, yang dilakukan bukan oleh sembarang pelanggaran kecuali oleh
suatu tindakan meninggalkan iman secara total).
Calvin (tentang Ibr 10:26): “The clause, ‘after
having received the knowledge of the truth,’ was added for the purpose of
aggravating their ingratitude; for he who willingly and with deliberate impiety
extinguishes the light of God kindled in his heart has nothing to allege as an
excuse before God. Let us then learn not only to receive with reverence and
prompt docility of mind the truth offered to us, but also firmly to persevere
in the knowledge of it, so that we may not suffer the terrible punishment
of those who despise it” (= Anak kalimat ‘setelah menerima pengetahuan tentang kebenaran’, ditambahkan untuk tujuan memperburuk sikap tidak tahu
terima kasih mereka; karena ia yang dengan sukarela dan dengan kejahatan sengaja memadamkan terang Allah yang dinyalakan dalam
hatinya tidak mempunyai apapun yang akan dinyatakan
sebagai suatu dalih di hadapan Allah. Jadi hendaklah kita belajar bukan hanya untuk menerima
dengan rasa hormat / takut, dan ketundukan langsung dari pikiran terhadap
kebenaran yang ditawarkan kepada kita, tetapi juga dengan teguh bertekun dalam
pengetahuan tentangnya, sehingga
kita tidak mengalami penghukuman yang mengerikan dari mereka yang meremehkan /
menghinanya).
b. Ay 28-29: “(28) Jika
ada orang yang menolak
hukum Musa, ia
dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan
dua atau tiga orang saksi.
(29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
·
Ay 28: “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua
atau tiga orang saksi”.
Apa yang dikatakan oleh
ay 28 ini tidak menunjuk kepada seadanya dosa (karena dalam hukum Musa
tidak semua dosa dihukum mati), tetapi menunjuk kepada dosa kemurtadan, seperti
yang digambarkan dalam Ul 17:2-7 - “(2) ‘Apabila
di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN,
Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang
jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjianNya, (3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan
sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara
langit, hal yang
telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar
kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan
sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel, (5) maka
engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan
jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus
kaulempari dengan batu sampai mati. (6) Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang
dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja
janganlah ia dihukum mati.
(7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk
membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat
itu dari tengah-tengahmu.’”.
Jadi ay 28 ini
mendukung tafsiran Calvin tentang ay 26 tadi, bahwa itu bukan sembarang
dosa, tetapi dosa meninggalkan Kristus / Gereja (murtad).
·
Ay 29: “Betapa
lebih beratnya
hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ay 29 ini menunjukkan
bahwa hukuman orang yang murtad dalam jaman Perjanjian Baru lebih berat dari
hukuman orang yang murtad pada jaman Perjanjian Lama. Untuk itu perhatikan
kata-kata ‘betapa lebih beratnya’ pada awal ay 29.
Barclay: “The conviction of the writer to the Hebrew was that, if
under the old law, apostasy was a terrible thing, it had become doubly terrible
now that Christ had come” (= Keyakinan dari penulis surat Ibrani
adalah bahwa jika pada jaman Perjanjian Lama, kemurtadan merupakan sesuatu yang
mengerikan, itu menjadi mengerikan secara dobel karena sekarang Kristus telah
datang) - hal 124.
Dan ay 29 ini juga
menggambarkan kemurtadan jaman Perjanjian Baru itu sebagai:
*
menginjak-injak
Anak Allah.
* menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya.
*
menghina
Roh kasih karunia.
Pulpit Commentary: “The blood of Jesus must be either on the heart or under
the heel” (= Darah Yesus harus berada, atau di hati,
atau di bawah tumit) - hal 274.
Adam Clarke dan Lenski secara explicit bahkan mengatakan bahwa
orang-orang ini adalah orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Adam Clarke (tentang Ibr
10:29): “This is properly
the sin against the Holy Spirit, which has no forgiveness” [= Ini secara tepat merupakan dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat
Roh Kudus), yang tidak
mempunyai pengampunan].
Lenski (tentang Ibr 10:29): “It is on the basis of this mention of the Spirit, to
which are added Matt. 12:31, 32; Mark 3:28, 29; Luke 12:10, that this sin is
called the sin against the Holy Ghost and the unpardonable sin” [= Adalah berdasarkan penyebutan Roh ini, pada
mana ditambahkan Mat 12:31,32; Mark 3:28,29; Luk 12:10, bahwa dosa ini disebut dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus) dan dosa yang tidak dapat diampuni] - hal 360.
Saya setuju dengan penafsiran mereka ini, karena memang selama seseorang
hanya meninggalkan Kristus, tanpa disertai tindakan menghujat Roh Kudus,
seharusnya ia masih bisa bertobat dan diampuni. Tetapi kalau kemurtadannya
disertai dengan penghujatan terhadap Roh Kudus, maka itu tidak mungkin lagi
bisa diampuni.
2. Ini tidak berarti bahwa orang
kristen sejati bisa murtad.
a. Ada yang
menganggap bahwa orang dalam Ibr 10 ini adalah orang kristen yang sejati, tetapi juga
berpendapat bahwa itu tidak berarti bahwa orang kristen yang sejati bisa
murtad, karena semua ini hanya merupakan suatu pengandaian, yang tidak
betul-betul bisa terjadi.
Barnes’ Notes: “the
apostle shows that if a true Christian were to apostatize, nothing would remain
for him but the terrific prospect of eternal condemnation. ... The apostle does
not, indeed, say that any one ever would thus apostatize from the true
religion, nor is there any reason to believe that such a case has occurred;
but, if it should occur, the doom would be inevitable”
(= sang rasul menunjukkan bahwa jika seorang Kristen
sejati murtad, tidak ada yang tertinggal baginya kecuali prospek
yang mengerikan dari hukuman kekal. ... Tetapi sang
rasul tidak mengatakan bahwa ada orang yang murtad seperti itu dari agama yang
benar, juga tidak ada alasan untuk percaya bahwa kasus seperti itu telah
terjadi; tetapi, jika hal itu terjadi, malapetaka tidak akan terhindarkan) - hal 1310.
b. Ada yang menganggap bahwa orang yang
dibicarakan di sini adalah orang kristen KTP.
Penafsiran ini didasarkan pada
ayat-ayat seperti Mat 24:24 Yoh
8:31 1Yoh 2:18-19 dan 2Yoh 9, yang
menunjukkan secara explicit bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin bisa
betul-betul sesat / murtad.
John Owen: “The
season and circumstance which state the sin intended is, ‘after we have
received the knowledge of the truth.’ There is no question but that by ‘the
truth,’ the apostle intends the doctrine of the gospel; and the ‘receiving’ of
it is, upon the conviction of its being truth, to take on us the outward
profession of it. Only there is an emphasis in that word, th<n ejpi>gnwsin. This word is not used
anywhere to express the mere conceptions or notions of the mind about truth,
but such an acknowledgment of it as ariseth from some sense of its power
and excellency. This, therefore, is the description of the persons concerning
whom this sin is supposed: They were such as unto whom the gospel had been
preached; who, upon conviction of its truth, and sense of its power, had taken
upon them the public profession of it. And this is all that is required to the
constitution of this state” [= waktu / masa dan
keadaan yang menyatakan dosa yang dimaksudkan adalah, ‘setelah kita
menerima pengetahuan tentang kebenaran’. Tidak ada keraguan bahwa dengan ‘kebenaran’,
sang rasul memaksudkan doktrin / ajaran dari injil; dan ‘penerimaan’nya, pada
keyakinan bahwa itu adalah kebenaran, menunjukkan kepada kita pengakuan
lahiriah tentangnya. Hanya di sana ada suatu penekanan dalam kata itu, TEN
EPIGNOSIN (= ‘the
knowledge’ / pengetahuan). Kata ini
tidak digunakan dimanapun untuk menyatakan semata-mata pengertian atau
pandangan dari pikiran tentang kebenaran, tetapi suatu pengakuan tentangnya
yang muncul dari pengertian / perasaan tertentu tentang kuasa dan keunggulan /
keindahannya. Karena itu, ini merupakan penggambaran dari orang-orang berkenaan
dengan siapa dosa ini dianggap: Mereka adalah orang-orang kepada siapa injil telah
diberitakan; yang, pada keyakinan tentang kebenarannya, dan pengertian /
perasaan tentang kuasanya, telah melakukan pengakuan umum tentangnya. Dan ini adalah
semua yang dibutuhkan bagi pembentukan dari keadaan ini] - ‘The Works of John Owen’, vol 6, hal
530.
Keberatan:
Kalau mereka ini memang orang kristen KTP, mengapa dalam ay 29
dikatakan ‘darah
perjanjian yang menguduskannya’?
Jawaban terhadap keberatan
ini:
Matthew Poole:
“‘Wherewith
he was sanctified;’ ... to despise that blood by which he thought he was so,
and boasted of it, and was so reputed by the church upon his baptism and
profession of his faith, and, as a member of the church, had a visible relation
to it, ...”
(= ‘dengan mana ia dikuduskan’; ... menghina darah itu dengan mana ia kira ia
dulunya demikian, dan membanggakan tentangnya, dan dianggap demikian oleh
gereja pada baptisannya dan pengakuan tentang imannya, dan sebagai seorang
anggota gereja, mempunyai suatu hubungan yang kelihatan dengannya, ...) - hal 857.
Jadi, Matthew Poole
menganggap bahwa orang yang murtad itu disebut demikian (‘dikuduskan
oleh darah perjanjian’), hanya karena ia tadinya mengaku demikian,
atau karena ia diakui oleh gereja sebagai orang kristen, atau karena ia sudah
dibaptis, atau karena ia mengaku sebagai orang kristen, atau karena ia menjadi
anggota gereja, dan sebagainya. Jadi ayat
ini menyebut dia sesuai dengan pengakuannya atau sesuai dengan keadaan
lahiriahnya. Kitab Suci memang sering
menggambarkan orang sesuai pengakuannya / keadaan lahiriahnya (bdk. Yoh
2:23-25 Yoh 6:66 Kis 8:13).
David Dickson mengatakan (hal 60) bahwa pengudusan ini merupakan
pengudusan lahiriah, dimana seseorang dipisahkan dari dunia dan dipersembahkan
untuk melayani Allah oleh panggilan (calling) dan perjanjian (covenant),
dan ini merupakan sesuatu yang berlaku umum untuk gereja yang kelihatan. Dalam
arti seperti ini seluruh / setiap jemaat Israel disebut kudus. Ini berbeda
dengan pengudusan batiniah, yang terjadi karena tinggalnya Roh Kudus dalam diri
seseorang, dan pengudusan batiniah ini hanya bisa terjadi pada diri orang
pilihan.
John Owen kelihatannya mempunyai pandangan yang sama dengan David
Dickson.
John Owen: “It is not real or internal sanctification that is here
intended; but it is a separation and dedication unto God; in which sense the
word is often used. ... those who by baptism, and confession of faith in the
church of Christ, were separated from all others, were peculiarly dedicated to
God thereby” (= Bukanlah pengudusan yang sungguh-sungguh dan di dalam
yang dimaksudkan di sini; tetapi itu merupakan suatu pemisahan dan
pendedikasian kepada Allah; dimana arti kata itu sering digunakan. ... mereka yang
oleh baptisan, dan pengakuan iman dalam gereja Kristus, dipisahkan dari semua
orang lain, secara khusus didedikasikan kepada Allah olehnya) - ‘Hebrews’, vol 6, hal 545.
Kata ‘menguduskan’
tidak diartikan sebagai ‘menyucikan’, tetapi sebagai suatu tindakan memisahkan
untuk dipersembahkan kepada Allah. Untuk itu perlu diketahui bahwa arti kata
‘kudus’ sebetulnya adalah:
·
‘Berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’.
·
‘Dipersembahkan kepada Allah’.
Contoh: bangsa Israel
disebut kudus, karena mereka dipisahkan dari bangsa-bangsa lain / dibedakan
dari bangsa-bangsa lain, dan lalu dipersembahkan / diperuntukkan bagi Allah.
Demikian juga kalau hari Sabat disebut kudus, dan orang kristen disebut kudus.
Juga perhatikan
penggunaan kata ‘dikuduskan’ dan ‘kudus’ dalam 1Kor 7:14 - “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar,
tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus”.
Kita tidak mungkin
mengartikan bahwa kata ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini berarti ‘disucikan’ /
‘suci’, karena kalau diartikan demikian, maka seseorang bisa nunut / membonceng
suami / istri / orang tuanya dalam persoalan keselamatan. Jadi ‘dikuduskan’ /
‘kudus’ di sini harus diartikan ‘berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’. Jadi, karena
adanya seseorang yang beriman dalam suatu keluarga, maka seluruh keluarga
menjadi ‘berbeda dengan’ keluarga-keluarga yang lain, yang seluruhnya kafir.
Mengapa berbeda? Karena adanya seorang anggota keluarga yang kristen, sekalipun
hal itu tidak menyelamatkan keluarga (kecuali mereka lalu bertobat), tetapi hal
itu menyebabkan keluarga tersebut ‘kecipratan’ berkat, seperti perlindungan dan
pemeliharaan dari Allah, dan sebagainya.
John Murray menafsirkan text
ini secara berbeda. Sama seperti penafsiran Hodge dalam pembahasan tentang
1Kor 8:11 di atas, John Murray beranggapan bahwa sekalipun penebusan
yang dilakukan oleh Kristus hanya memberikan keselamatan kekal kepada
orang-orang pilihan, tetapi juga memberikan
keuntungan-keuntungan jasmani / duniawi yang terbatas hanya dalam kehidupan di
dunia ini kepada orang-orang non pilihan. Karena itu tetap bisa
dikatakan bahwa Kristus mati untuk mereka yang akhirnya binasa.
John Murray: “there
are benefits accruing from the death of Christ for those who finally perish.
And in view of this we may say that in respect of these benefits Christ may be
said to have died for those who are the beneficiaries. In any case it is
incontrovertible that even those who perish are the partakers of numberless
benefits that are the fruits of Christ’s death and that, therefore, Christ’s
death sustains to them this beneficial reference, a beneficial reference,
however, that does not extend beyond this life” (= ada
keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari kematian Kristus bagi mereka yang
akhirnya binasa. Dan mengingat akan hal ini kita bisa mengatakan
bahwa berkenaan dengan keuntungan-keuntungan ini
bisa dikatakan bahwa Kristus telah mati untuk mereka, yang adalah
penerima dari keuntungan-keuntungan itu. Bagaimanapun juga merupakan sesuatu
yang tidak dapat dibantah bahwa bahkan mereka yang
binasa, ikut ambil bagian dalam keuntungan-keuntungan yang tidak terhitung,
yang adalah buah-buah dari kematian Kristus, dan bahwa karena itu,
kematian Kristus menyuplai mereka keuntungan ini, tetapi itu merupakan suatu
keuntungan yang terbatas dalam kehidupan ini) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol 1, hal 64-65.
Louis Berkhof: “the design of God in the work of Christ pertained
primarily and directly, not to the temporal well-being of men in general, but
to the redemption of the elect; but secondarily and indirectly it also included
the natural blessings bestowed on mankind indiscriminately. All that the
natural man receives other than curse and death is an indirect result of the
redemptive work of Christ” (= rencana Allah dalam pekerjaan Kristus
berhubungan terutama dan secara langsung bukan dengan kesejahteraan sementara
dari manusia secara umum, tetapi dengan penebusan orang-orang pilihan; tetapi secara sekunder dan tidak langsung itu juga mencakup
berkat-berkat alamiah / biasa yang diberikan kepada umat manusia tanpa pandang
bulu. Semua yang diterima
oleh manusia duniawi selain kutuk dan kematian merupakan hasil tidak langsung
dari pekerjaan penebusan dari Kristus) - ‘Systematic Theology’, hal 438-439.
Yang manapun yang benar dari
penafsiran-penafsiran di atas ini, menunjukkan bahwa Ibr 10:29 tidak
bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas),
ataupun Predestinasi dan Ketekunan orang-orang kudus.
0 Response to "Tafsiran Ibrani 10:29"
Post a Comment