KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA (Sebuah Perspeketif Teologis)
Saturday, September 15, 2018
1 Comment
by Samuel T. Gunawan.
KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA (Sebuah Perspeketif Teologis) . “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Galatia 5:1)
Di bulan Agustus ini, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya,
yaitu kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus
1945. Artinya, sejak saat itu Indonesia adalah negara merdeka dan
berdaulat, bebas dari penjajahan, perbudakan dan penindasan para
penjajah. Kemerdekaan Indonesia dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dimana negara kita terbebas dari berbagai penjajahan, perbudakan dan
penindasan. Sedangkan kedaulatan berarti wewenang untuk mengatur negara
tanpa adanya intervensi dan campur tangan pihak lain. Patut kita
bersyukur kepada Tuhan sebab hingga saat ini, rakyat Indonesia telah
menikmati kemerdekaan itu selama 70 tahun.
Namun, sangat menyedihkan bahwa banyak orang secara pribadi dan rohani belum mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya. Mengapa? Karena mereka masih dijajah oleh “penjajah” yang lain, yaitu perbudakan dosa. Dosa telah mencengkram manusia dengan kuatnya dan membelenggu manusia sebagai budaknya. Dan, manusia tidak dapat membebaskan dirinya sendiri. Karena itu, kita perlu bertanya “apakah kita telah mengalami kemerdekaan sejati dari perbudakan dosa ini?” Kemerdekaan sejati ini hanya di dapat di dalam Kristus melalui pekerjaan penebusanNya yang sudah selesai di kayu salib. Rasul Paulus sangat menekankan bahwa Kristus telah memerdekakan orang percaya dari pengaruh-pengar uh
yang bersifat merusak, yang dahulu memperbudak mereka, yaitu dari dosa,
si penguasa kejam yang membawa kepada maut (Roma 6:18-23).
Selain itu, melalui kematian Kristus di kayu salib, orang Kristen tidak hanya telah dibebaskan dari perbudakan dosa tetapi juga telah dibebaskan dari berbagai perbudakan lainnya, yaitu: Pertama, perbudakan hukum Taurat sebagai suatu sistem keselamatan yang membangkitkan dosa dan memberi kekuatan kepadanya (Galatia 4:21 dab; 5:1; Roma 6:14; 7:5-13; 8:2; 1 Korintus 15:56); (2) Kedua, perbudakan Iblis dan kuasa kegelapan yang jahat (1 Korintus 1:13); Ketiga, perbudakan tahyul dan keyakinan kepada ilah-ilah (1 Korintus 10:29; Galatia 4:8 ); (4) Keempat, perbudakan beban seremonial agama Yahudi (Galatia 2:4); dan (5) Kelima, perbudakan prasangka-prasa ngka
yang dibangun oleh manusia, seperti prasangka rasial, budaya, dan
gender (Galatia 3:26-28). Kristus telah meruntuhkan penghalang-peng halang
yang diciptakan ras, budaya dan gender yaitu antara Yahudi dan non
Yahudi, antara hamba dan orang merdeka, antara laki-laki dan perempuan.
Terhadap semuanya ini, Paulus menegaskan bahwa orang percaya telah
dimerdekakan, dan kemerdekaan tersebut merupakan anugerah Kristus, yang
oleh kematianNya telah membayar lunas pembebasan umatNya dari perhambaan
( 1 Korintus 6:20; 7:22).
Untuk menerima “anugerah kemerdekaan (eleutheria)” itu maka manusia harus datang kepada Kristus dan percaya kepadaNya (1 Korintus 7:22), kemudian secara sukarela menyerahkan dirinya menjadi hamba Allah (Roma 6:22) dan hamba kebenaran (Roma 6:18 ), serta menjadi saluran berkat bagi banyak orang (1 Korintus 9:19-23). Saat ini, kita yang telah dimerdekakan oleh Yesus dari dosa dan maut, Iblis dan kuasa kegelapan, serta dari kehidupan yang sia-sia, dimaksudkan untuk mengisi kemerdekaan itu dalam suatu kehidupan yang benar, mulia, dan penuh makna (Bandingkan Roma 12:1-2; Efesus 2:8-10). Dengan demikian kemerdekaan itu tidak hanya dimengerti secara negatif, yaitu kemerdekaan dari dosa, iblis, dan lain sebagainya, tetapi secara positif harus diisi dan dimaknai dengan sikap dan tindakan yang benar, baik, kudus, dan mulia. Seseorang pernah mengatakan “Real freedom is not only freedom from, but freedom for”, atau kemerdekaan sejati bukan hanya kemerdekaan dari, tetapi kemerdekaan untuk.
Ringkasnya, rasul Paulus menyatakan, “supaya kita sungguh-sungguh
merdeka, Kristus telah memerdekakan kita” (Galatia 5:1). Kemerdekaan
sejati adalah kemerdekaan yang diperoleh di dalam Kristus dan melalui
karya-karyaNya.
Kemerdekaan ini tidak hanya bertujuan melepaskan kita dari belenggu dan
perbudakan dosa, tetapi juga agar kita melaksanakan tujuan dan maksud
Allah menciptakan kita. Paulus menegaskan, “Karena kita ini buatan
Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik,
yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya” (Efesus 2:10). Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini
adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perb uatan
yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata
Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas
jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang
terhormat, dan mengagumkan”.
Akhirnya, selamat menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-74! Tuhan menyertai dan memberkati kita sekalian. Amin
KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA (Sebuah Perspeketif Teologis) . “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Galatia 5:1)
Di bulan Agustus ini, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya,
Namun, sangat menyedihkan bahwa banyak orang secara pribadi dan rohani belum mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya. Mengapa? Karena mereka masih dijajah oleh “penjajah” yang lain, yaitu perbudakan dosa. Dosa telah mencengkram manusia dengan kuatnya dan membelenggu manusia sebagai budaknya. Dan, manusia tidak dapat membebaskan dirinya sendiri. Karena itu, kita perlu bertanya “apakah kita telah mengalami kemerdekaan sejati dari perbudakan dosa ini?” Kemerdekaan sejati ini hanya di dapat di dalam Kristus melalui pekerjaan penebusanNya yang sudah selesai di kayu salib. Rasul Paulus sangat menekankan bahwa Kristus telah memerdekakan orang percaya dari pengaruh-pengar
Selain itu, melalui kematian Kristus di kayu salib, orang Kristen tidak hanya telah dibebaskan dari perbudakan dosa tetapi juga telah dibebaskan dari berbagai perbudakan lainnya, yaitu: Pertama, perbudakan hukum Taurat sebagai suatu sistem keselamatan yang membangkitkan dosa dan memberi kekuatan kepadanya (Galatia 4:21 dab; 5:1; Roma 6:14; 7:5-13; 8:2; 1 Korintus 15:56); (2) Kedua, perbudakan Iblis dan kuasa kegelapan yang jahat (1 Korintus 1:13); Ketiga, perbudakan tahyul dan keyakinan kepada ilah-ilah (1 Korintus 10:29; Galatia 4:8 ); (4) Keempat, perbudakan beban seremonial agama Yahudi (Galatia 2:4); dan (5) Kelima, perbudakan prasangka-prasa
Untuk menerima “anugerah kemerdekaan (eleutheria)” itu maka manusia harus datang kepada Kristus dan percaya kepadaNya (1 Korintus 7:22), kemudian secara sukarela menyerahkan dirinya menjadi hamba Allah (Roma 6:22) dan hamba kebenaran (Roma 6:18 ), serta menjadi saluran berkat bagi banyak orang (1 Korintus 9:19-23). Saat ini, kita yang telah dimerdekakan oleh Yesus dari dosa dan maut, Iblis dan kuasa kegelapan, serta dari kehidupan yang sia-sia, dimaksudkan untuk mengisi kemerdekaan itu dalam suatu kehidupan yang benar, mulia, dan penuh makna (Bandingkan Roma 12:1-2; Efesus 2:8-10). Dengan demikian kemerdekaan itu tidak hanya dimengerti secara negatif, yaitu kemerdekaan dari dosa, iblis, dan lain sebagainya, tetapi secara positif harus diisi dan dimaknai dengan sikap dan tindakan yang benar, baik, kudus, dan mulia. Seseorang pernah mengatakan “Real freedom is not only freedom from, but freedom for”, atau kemerdekaan sejati bukan hanya kemerdekaan dari, tetapi kemerdekaan untuk.
Ringkasnya, rasul Paulus menyatakan, “supaya kita sungguh-sungguh
Akhirnya, selamat menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-74! Tuhan menyertai dan memberkati kita sekalian. Amin
1 Response to "KEMERDEKAAN YANG SESUNGGUHNYA (Sebuah Perspeketif Teologis) "
Makasih sudah disetujui komen saya. Infokan saya bila anda berkenan untuk tukar link. Terima kasih lagi sebelumnya. Kapan Hari Kemerdekaan Bagi Orang Percaya?
Post a Comment